Dapatkan Fasilitas seru di SUPRIZONE
feedburner
Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

feedburner count

Mengapa mesti buat janji 100 Hari ?

Penulis : SUPRIATNA*


Pada tanggal 28 januari 2010 lalu, telah genap pemerintahan SBY alias kabinet Indonesia Bersatu(KIB) jilid II berumur 100 hari. Unjuk rasa di seluruh negeri ini pun tak terbendungkan. Isu penuntutan agar menteri keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Presiden, Boediono untuk mundur menjadi tuntutan utama yang para demonstran teriakkan. Bahkan dibeberapa aksi demonstrasi tersebut, mereka meminta agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono(SBY) mundur dari jabatannya. Mereka menilai bahwa pemerintahan KIB jilid II telah gagal dalam memenuhi janji 100 hari kerjanya kepada masyarakat.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa di usia yang begitu muda bagi sebuah pemerintahan yaitu 100 hari sudah ada gejolak untuk menurunkan pemerintahan terpilih apalagi secara jelas pemerintahan ini memperoleh dukungan hingga 60 % pada pemilu 2009 lalu. Ada dua hipotesis mengenai hal ini, pertama, apakah masyarakat yang salah karena mereka tidak sabar akan perbaikan bangsa ini. kedua, apakah pemerintahan KIB jilid II yang tidak mampu melakukan perbaikan.

Perlu dicermati bahwa jika kita berbicara perbaikan maka hal tersebut akan berhubungan dengan beberapa hal yaitu WHAT ( perbaikan yang seperti apa), HOW (bagaimana perbaikan ini di lakukan), WHO ( siapa yang melakukan perbaikan), dan WHEN (kapan perbaikan itu dapat diwujudkan). Dengan merefleksikan empat kerangka utama tersebut terhadap perbaikan yang ingin dicapai oleh pemerintahan KIB II maka kita akan dapat mengukur sejauh mana tingkat rasionalitas dari janji pemerintahan ini.
Poin-poin perbaikan yang diketengahkan kepada masyarakat oleh pemerintahan KIB II pada saat sidang paripurna ke-2 DPR, 5 November 2009 terdiri dari 45 program aksi penting untuk 100 hari kerja kabinet SBY yang baru. Namun, Presiden kemudian menetapkan 15 program sebagai program pilihan atau prioritas untuk segera direalisasikan dalam jangka pendek atau 100 hari kerja. 15 poin tersebut meliputi: Pertama, pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukum. Kedua, revitalisasi industri pertahanan. Ketiga, penanggulangan terorisme. Keempat, soal listrik. Kelima, peningkatan produksi dan ketahanan pangan. keenam, memastikan revitalisasi industri pabrik pupuk dan gula yang meliputi penggunaan teknologi dan pembiayaannya. Ketujuh, pembenahan keruwetan penggunaan tanah dan tata ruang. Kedelapan, di bidang infrastruktur, berupa prioritas pematangan rencana pembangunan ruas jalan-jalan yang penting antar-provinsi dan di pulau besar. Kesembilan, pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan menengah (UMKM) yang dikaitkan dengan kredit usaha rakyat (KUR). Kesepuluh, mobiliasi sumber pembiayaan di luar APBN & APBD untuk membiayai pembangunan, terkait pembangunan infrastruktur, listrik, ketahanan pangan.
Kemudian prioritas yang kesebelas, masalah penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup. Keduabelas, bidang reformasi kesehatan. Ketigabelas, bidang reformasi pendidikan, yakni memastikan adanya keterkaitan antara hasil lembaga pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha selaku pasar tenaga kerja. Keempatbelas, peningkatan kesiagaan penanggulangan bencana dengan membentuk satuan khusus dengan segala fasilitas yang dibutuhkan, yang siap setiap saat diterjunkan ke berbagai lokasi bencana. Terakhir atau yang kelimabelas, sinergi antara pusat dan daerah yang bisa mencegah pemborosan.
Memberikan angin segar dan angan-angan perbaikan pada kondisi terpuruk bangsa ini tidaklah patut untuk disalahkan. Hal ini merupakan sebuah kewajaran dan patut untuk didukung. Akan tetapi hal yang menjadi sorotan utama dari janji tersebut adalah pada rentangan waktu yang ditawarkan yaitu 100 hari kerja. Sepertinya terlalu mudah untuk memperbaiki bangsa ini. Di sadari ataupun tidak ternyata hal inilah merupakan salah satu faktor yang kemudian menuai berbagai gejolak atas pemerintahan SBY saat ini. kenapa tidak?, Ketika 15 prioritas utama ini dilontarkan kepada masyarakat, sepertinya pemerintah ini lupa untuk memberikan indikator maupun parameter yang jelas mengenai ketercapaian yang ingin diwujudkan pemerintah pada kurun waktu tersebut. Dengan demikian, hal yang kemudian terjadi adalah masyarakat kepalang berharap terlalu besar terhadap pemerintahan SBY saat ini.
Selain itu, dengan ketidak jelasan parameter keberhasilan yang ingin diwujudkan pada 100 hari kerja ini menyebabkan multitafsir akan penilaian kinerja kabinet. Sisi subjektifitas dan perbedaan sudut pandang akan mempengaruhi penilaian akan pemerintahan. Bisa saja pemerintah mengklaim bahwa 90-100 % pemerintahan telah mencapai 15 prioritas kerja tersebut. Akan tetapi, disisi lain masyarakat menganggap belum merasa atau bahkan belum melihat perubahan yang terjadi.
Selain perihal kaburnya parameter yang ingin dicapai, hal yang semestinya di soroti adalah berkenaan dengan tenggat 100 hari yang ditetapkan. Isu 100 hari kinerja pemerintahan terpilih memang baru muncul pasca reformasi, dimana pemerintahan terpilih menjual janji revolusioner atas nasib bangsa sehingga masyarakat dapat menyerahkan kepercayaan mereka secara penuh kepada pemerintah dimana sebelumnya telah terjadi krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Namun, akankah metode ini tetap menjual untuk diketengahkan di masyarakat dan relevankah jika janji tersebut begitu melangit sedangkan realisasinya tidak membumi kepada masyarkat. Dengan demikian, mungkin inilah yang menjadi akar masalah dari gejolak masyarakat terutama dalam hal munculnya kembali krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Oleh karena itu, yang terpenting itu bukanlah mengumbar janji melainkan membagikan visualisasi perbaikan kepada masyarakat secara jelas, terukur dan rasional sehingga masyarakat merasa bahwa perbaikan ini pun masih tugas mereka.

*)Supriatna adalah Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran masa Bakti 2009/2010. Kuliah di jurusan Ilmu ekonomi studi Pembangunan FE Unpad angkatan 2006.